Musica

PENGENALAN KHAT DIWANI

Minggu, 22 Mei 2011


Khat Diwani merupakan salah satu jenis khat yang dicipta oleh penulis khat pada zaman pemerintahan Kerajaan ‘Uthmaniyah. Ibrahim Munif adalah orang yang mencipta kaedah dan menentukan ukuran tulisan khat Diwani. Khat Diwani dikenali secara rasmi selepas negeri Qostantinopal ditawan oleh Sultan ‘Uthmaniyah, Muhammad al-Fatih pada tahun 857 Hijrah.

Khat Diwani digunakan sebagai tulisan rasmi di jabatan-jabatan kerajaan. Seterusnya, tulisan ini mula berkembang ke segenap lapisan masyarakat. Kebiasannya tulisan khat Diwani ini digunakan untuk menulis semua pekeliling pentadbiran, keputusan kerajaan serta surat menyurat rasmi dan pada masa sekarang ianya digunakan untuk menulis watikah, sijil dan untuk hiasan.


Khat Diwani terbahagi kepada 2 jenis iaitu Diwani biasa dan Diwani Mutarabit (bercantum). Akan tetapi, khat Diwani biasa yang banyak digunakan dan diamalkan oleh penulis-penulis khat terkenal berbanding khat Diwani Mutarabit. Asas bentuk bagi kedua-dua jenis khat Diwani ini adalah berbentuk bulat dan melengkung. Ianya ditulis dengan cara yang lembut dan mudah dibentuk mengikut kehendak penulis. Keistimewaan khat Diwani dapat dilihat pada kesenian bentuk hurufnya yang melengkung dan memerlukan kemahiran penulis khat itu menulisnya dengan lembut dan menepati kaedah. Hashim Muhammad al-Baghdadi dan Syed Ibrahim merupakan antara penulis khat yang terkenal dengan khat Diwani.
Read More..

KBA Pantau Perkembangan Mahasiswa Aceh di Mesir


Kairo, CyberNews. Komisi Beasiswa Aceh (KBA) kembali berkunjung ke Mesir untuk melihat dan memantau perkembangan mahasiswa Aceh di negara piramid tersebut.

Hal itu diungkapkan Malim Sempurna seorang aktifis Word Achehnese Assocation (WAA) di Mesir, Malim dalam rilis berita WAA yang diterima redaksi Suara Merdeka CyberNews mengungkapkan kunjungan KBA kali ini mempunyai beberapa agenda.

Agenda tersebut diantaranya membicarakan metode pengiriman beasiswa kedepan, apakah dikirim seperti semula ke rekening pribadi atau melalui KBRI, tapi hal ini masih dalam tahap pembicaraan.

Selain itu KBA dalam kunjungannya kali ini juga bertujuan untuk mengadakan tes beasiswa S2 bagi lulusan S1 atau yang sedang S2. hal itu bertujuan untuk mempermudah bagi mahasiswa Aceh Cairo untuk mengikuti tes tanpa harus pulang dengan dana yang besar ke Aceh. Tes yang yang diadakan oleh KBA di Mesir pada tanggal 22 November 2010 berlangsung lancar dan sukses.

Pada kesempatan ini KBA juga mengunjungi langsug sekolah kaligrafi Internasional Turkey di Mesir (Halaqah Khairiah) atas undangan dari pimpinan lembaga kaligrafi tersebut. Tujuannya untuk melihat langsung bagaimana pembelajaran bagi penerima beasiswa kaligrafi asal Aceh di lembaga tersebut.

Pihak lembaga kaligrafi mengatakan mereka merasa berkewajiban dan optimis bahwa pelajar kaligrafi dari Aceh yang belajar ditempatnya akan mampu dengan ilmu yang diajarkan untuk memberikan konstribusi dalam pengembangan seni kaligrafi di Aceh nantinya.

Lembaga tersebut juga akan berusaha ikut berpartisipasi semaksimal mungkin untuk membangun kembali kesenian yang mulia ini di Aceh yang telah kehilangan banyak kaligrafernya dalam musibah tsunami beberapa tahun yang lalu, bahkan mereka mengatakan berencana berkunjung ke Aceh untuk mengadakan seminar Kaligrafi di masa yang akan datang.

Pihak KBA sendiri mengatakan mereka merasa sangat senang karena bisa melihat langsung proses belajar di Lembaga Kaligrafi Internasional ini. Mereka berjanji akan mendukung sepernuhnya mahasiswa Aceh yang sedang belajar di lembaga tersebut.

Saat ini ada tiga orang penerima beasiswa Aceh yang sedang sekolah di lembaga tersebut yaitu Rahmat Zul Azmi, Zainal Muttaqin dan Malim Sempurna.

Setelah lebih satu jam pembicaraan berlangsung pihak KBA diajak untuk melihat ornamen bangunan islami yang ada di lembaga kaligrafi. Syeikh bilaid hamidi mengatakan beginilah contoh bangunan islam yang bisa membangkitkan jiwa islami yang tinggi. Beliau berharap nantinya pemerintah Aceh bisa membangun sekolah kaligrafi islam yang mulia ini di Aceh.

Sekolah kaligrafi internasional Tukery yang ada di Mesir merupakan bagian dari Research Center For Islamic History, Art and Culture (RCICA) yang bermarkas di City Qasr dan Yaveran Bangunan Istana Yildiz di Besiktas, Istanbul Turkey. Yang bernaung di bawah Organisasi Konferensi Islam (OKI).
Read More..

Membangun Kaligrafi Islam

Oleh Azmi Abubakar -

Pertengahan November tahun lalu, Komisi Beasiswa Aceh sempat berkunjung ke sekolah kaligrafi internasional Turki di Mesir. Sekolah atau halaqah khairiyah ini merupakan cabang dari Research Center For Islam ic History, Art and Culture (IRCICA) yang berpusat di City Qasr, Istanbul Turki. Kunjungan Komisi Beasiswa Aceh setidaknya menjadi harapan besar bagi pecinta kaligrafi Islam di nanggroe, di mana kesuburan pohon bernama kaligrafi Islam selalu dinanti penuh harap. Namun sayang sekali, hingga kini belum ada suatu tanda bahwa pohon tersebut akan subur. Karena itu, penulis berusaha untuk menggugah kembali keseriusan berbagai pihak akan pentingnya menyuburkan pohon kaligrafi Islam (Islam ic caligraphi) dimaksud.

Merujuk pada wikipedia, istilah kaligrafi berasal dari bahasa Yunani, kalligraphia. Kilos berarti indah atau cantik dan graphein artinya coretan atau tulisan. Penggabungan dua suku kata ini dapat diartikan sebagai seni tulis indah. (Eliade 1987). Takhsis kaligrafi Islam sendiri adalah seni kaligrafi yang menggunakan huruf Arab dengan mengutamakan keelokannya (Safadi, 1986). Sehingga dengan segala keelokannya, seni kaligrafi Islam telah mendapat tempat khusus dalam sejarah peradaban Islam , terutama karena kejuhudan penulisan Al Quran pada masa sahabat sampai berlanjut pada generasi setelahnya. Semangat mereka (alkhattat) dalam mengarungi seni kaligrafi Islam selalu berlandaskan pada ayat Allah, innallaha jamil wa yuhibbul jamal.

Dalam literatur sejarah, kaligrafi Islam mencapai puncak mulia pada masa pemerintahan daulah Bani Ummayah dan Abbasiyah, sebelum akhirnya berpindah kiblat manakala Turki Ustmani memegang tampuk kuasa. Perubahan kiblat tersebut sangat berpengaruh bagi lahirnya ratusan penulis kaligrafi (alkhatat) dari lumbung Turki sendiri. Sehingga ada pameo menyebutkan akan ketidak-absahan seorang penulis kaligrafi (alkhattat) berapresiasi kalau tak menginjak tanah Turki. Pameo itu bukan tanpa alasan, karena Turki modern berhasil mempertahankan kejayaan kaligrafi Islam hingga sekarang.
Kaligrafi Islam di Aceh

Kaligrafi Islam (Islam ic caligraphi) hidup subur di Aceh mulai abad 13 sampai 18 M. Kaligrafi Islam kala itu menjadi aset berharga kerajaan, dan peran penting kaligrafi Islam ikut memperkaya khazanah peradaban Islam di Aceh. Perkembangan sejarah kaligrafi Islam di Aceh sebagaimana disebut Herwandi (2002) dibagi berdasarkan perkembangan eksternal dan internal.

Hubungan Aceh dengan negeri India, Persia dan Turki cenderung mempengaruhi perkembangan eksternal. Selanjutnya perkembangan internal dibagi menjadi tiga periode. Pada periode pertama, kerajaan Aceh Darussalam masih merupakan cikal bakal dan mulai tumbuh menjadi kerajaan merdeka. Periode kedua berlangsung manakala kerajaan Aceh merebut kegemilangan semenjak akhir pemerintahan sultan Hussein Ali Riayat Syah dan berakhir pada pemerintahan sultan Iskandar Tsani. Sementara periode ketiga dimulai semenjak pemerintahan ratu Safiatuddin sampai akhir abad ke 18 M.

Menarik dicermati, bahwa perkembangan kaligrafi Islam di Aceh khususnya pada periode kedua lebih banyak dilatari oleh dinamika sosial dan pergumulan ide keagamaan, seperti lahirnya pemikiran tasawuf wahdatul wujud dan wahdatul syuhud sepanjang abad 16 sampai 17 M. Maka tokoh-tokoh seperti as-Sumatrani dan ar-Raniry bisa disebut sebagai promotor dari perkembangan seni kaligrafi Islam masa itu.

Ironis sekali, pada masa-masa selanjutnya perkembangan kaligrafi Islam di Aceh terus mengalami masa mundur dengan berbagai faktor. Pengalaman penulis pada sebuah kampung di Pidie menunjukkan kegelisahan dan kekhawatiran masyarakat akan kondisi suram para penulis kaligrafi (alkhattat). Kegelisahan mereka sangatlah wajar manakala para penulis kaligrafi (alkhattat) mulai menipis dan menua. Bayangkan saja setelah mereka tiada, dikhawatirkan dunia kaligrafi Islam di Aceh semakin meredup.

Untuk itu diperlukan upaya merangsang serta membangun kembali minat belajar kaligrafi Islam. Upaya merangsang bertujuan membentuk sumber daya manusia Aceh yang cinta kaligrafi, sedang upaya membangun diperlukan kebijakan rill membangun fasilitas yang memadai, seperti pembangunan sekolah khusus kaligrafi Islam, pengadaan guru berkualitas, serta pengiriman anak Aceh untuk belajar kaligrafi ke negara-negara berkompeten semisal Turki.

Sehingga kejuhudan mewarisi kaligrafi Islam di Aceh akan lahir kembali di tengah semangat penerapan syariat Islam. Hal ini sangat sesuai dengan fungsi dasar seni kaligrafi Islam sebagai media ibadah dan media dakwah. Menjadi media ibadah apabila proses penulisan ayat-ayat Allah dimaksudkan sebagai bentuk zikirullah, mengatakannya sebagai media dakwah apabila penulisan kaligrafi Islam mengajak manusia untuk berbuat baik (amar ma’ruf). Akhirnya kembali lagi kepada semua pihak, ingin menyuburkan pohon kaligrafi Islam atau menumbangkannya begitu saja.
Read More..